Monday, February 27, 2006

Dilarang Tidur di Masjid!

Sepertinya saya banyak menemukan peringatan itu di masjid-masjid Bandung. Bahkan di kamar mandi Salman, ada coretan dinding yang mengutuk-ngutuk pengurus masjid sebagai antek PKI, karena tidak mengijinkan orang-orang yang kemalaman untuk tidur di Salman.

Kalau di salah satu masjid Semarang, begini nih tulisannya:




He2, ramah juga ya. Saya sendiri pernah kemalaman di Jakarta dan terpaksa harus tidur di masjid. Semalam suntuk saya gelisah. Takut ada razia.

Lelaki Semarang Tidak Gentleman

Kalau tidak, mengapa saya sering melihat wanita yang menenteng helm, baik di angkot maupun di lift? Saya yakin, mereka pasti dijemput. Dan asumsi saya, yang menjemput adalah pacar atau suaminya. Dan sepertinya para lelaki ini malas membawa dua helm di motornya. Pating grendel. Masih mending kalau si wanita langsung diturunkan di kantor. Kalo yang harus naik angkot, kan repot amat tuh.

Tour of Duty in Semarang

Tidak banyak tingkah.

Paling tidak begitulah kesan pertama yang saya dapat tentang kota Semarang, ketika berada dalam taksi yang mengantar saya dari bandara menuju Simpang Lima. Kota ini memang tidak terlalu asing bagi saya. Ketika masih kecil, saya pasti mengunjungi Sri Ratu setiap Lebaran.

Sebagai sesama kota besar di Jawa, Semarang nampak tidak terlalu memiliki 'jati diri' kalau dibandingkan dengan Yogya. Namun satu hal, saya sangat mengagumi banyak bangunan dengan arsitektur kolonial di sini. Ada sebuah ruas jalan (saya lupa namanya, yang pasti kalau dari Demak ke Simpang Lima sering lewat sini) yang berlandaskan semacam paving block, dengan serentetan rumah-rumah tua di kanan kirinya. Fantastis!

Jangan lupa juga dengan kuil-kuil Cina (klenteng). Banyak dan megah. Konon klenteng terbesar se-Asia Tenggara ada di sini (kata sepupu saya sih:p). Ada juga gereja besar yang terletak di bukit. Kalau naik angkot Johar-Sampangan, pasti melewatinya. Kalau Boulevard dulu pernah meliput wisata religius dari Masjid Agung Bandung ke Vihara Vipassa di Lembang, sepertinya perlu dibuat edisi lanjutannya di sini nih.

Satu hal yang menjengkelkan, selalu berulang-ulang, terprediksi (bahkan mungkin, terencana), adalah banjir. Kalau mau lihat cuplikannya, bisa klik di bawah ini (saya rekam dari HP, masih format 3gp, bisa dibuka pake software Nokia atau convert dulu ke avi). Banjir (Klik kanan, lalu pilih Save As)

Sekitar sebulan yang lalu, banjir membuat bandara lumpuh dan air setinggi lutut sampai ke peron stasiun kereta.

Tuesday, February 14, 2006

Bye CNOOC..

Apa yang kita inginkan, belum tentu kita butuhkan. Dan kadang, jawaban atas keinginan kita datang di waktu yang tak terduga. Dan di luar itu, beberapa keajaiban terjadi mengarahkan hidup kita, tanpa diminta.

Kemarin, saya mengundurkan diri dari undangan interview user CNOOC. Sesuatu yang tak pernah terbayang sebelumnya. Paling tidak saat bulan puasa kemarin, di mana saat itu saya sangat tertarik dengan tawaran tunjangan offshore dari perusahaan minyak ini. Memang, setelah lulus dari beberapa tahap seleksi awal, saya sangat menunggu undangan tersebut. Dan ketika undangan ini (akhirnya) datang, saya sudah tidak begitu membutuhkannya. Yang tersisa hanyalah sedikit rasa penasaran. Penasaran apakah yang saya lepas ini ikan teri atau ikan kakap:p

Thursday, February 09, 2006

Tentang Kartun

Koran terakhir yang saya baca hari ini masih memberitakan protes dan unjuk rasa terkait karikatur Muhammad. Dari awal saya mendengarnya, saya setuju jika apa yang dipublikasikan oleh koran Denmark itu memang salah. Lebih tepatnya, bodoh. Hal ini saya katakan bukan karena sentimen keberagamaan saya terusik. Saya sendiri bukan orang yang senang menghakimi pihak lain menggunakan dalil agama.

Dari kabar yang saya dengar, beberapa koran di barat sana (entah eropa atau amerika) sengaja memperbanyak karikatur ini sebagai bentuk dukungan terhadap kebebasan berekspresi. Dewasa ini 'kebebasan berekspresi' memang telah menjadi tuhan baru. Apa-apa dilawan dengan alasan ini. Artis-artis yang terang-terangan melakukan pornoaksi pun selalu menggunakan istilah ini sebagai tempat berlindung.

Masalahnya, ini bukan tentang kebebasan berekspresi. Saya melihat koran Denmark ini telah gagal dalam memahami posisi sakral Muhammad dalam masyarakat Islam. Saya pernah melihat cuplikan cover majalah yang mendukung koran tersebut dalam masalah ini. Pada cover tersebut, terdapat Buddha, Yesus, dan beberapa tokoh sakral agama lain sedang berdiri di atas awan, membicarakan kasus ini. Saya tidak tahu apa yang mereka katakan, karena bukan dalam Bahasa Inggris. Namun yang saya tangkap, seolah mereka berkata, "Ayolah Muhammad, kita kan sama-sama tokoh sakral. Kita aja ngga pernah marah biar gambar kita ada di mana-mana".

Kalau benar seperti itu, inilah bentuk dukungan yang tidak berdasar. Masyarakat Islam sudah sejak lama melarang pelukisan sang Nabi. Saya sendiri kurang tahu alasannya. Namun bagi saya itu langkah tepat untuk menghindari pengkultusan simbol. Saya yakin bahwa koran Denmark itu, atau kartunisnya, tidak mengetahui tradisi ini. Taruhlah, kalau selama ini tidak terdapat larangan, dan setiap rumah orang Islam selalu memiliki lukisan Muhammad (seperti lukisan Yesus bagi orang-orang Kristen), tentu saja kemarahan umat Islam tidak akan sebesar ini. Mungkin kita hanya akan mempermasalahkan maksud kartunnya saja. Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh koran Denmark ini adalah penghinaan dua kali lipat.

Jadi, apresiasi umat Islam terhadap Muhammad tidaklah sama dengan apresiasi umat Kristen terhadap Yesus, atau orang Buddha terhadap Sidharta, atau bahkan apresiasi orang barat terhadap masing-masing tokoh tersebut. Dan hal ini tidak untuk membeda-bedakan kemuliaan mereka. Kasus yang terjadi sekarang hanya menunjukkan kebodohan dan kesombongan sebuah redaksi penerbitan.