Koran terakhir yang saya baca hari ini masih memberitakan protes dan unjuk rasa terkait karikatur Muhammad. Dari awal saya mendengarnya, saya setuju jika apa yang dipublikasikan oleh koran Denmark itu memang salah. Lebih tepatnya, bodoh. Hal ini saya katakan bukan karena sentimen keberagamaan saya terusik. Saya sendiri bukan orang yang senang menghakimi pihak lain menggunakan dalil agama.
Dari kabar yang saya dengar, beberapa koran di barat sana (entah eropa atau amerika) sengaja memperbanyak karikatur ini sebagai bentuk dukungan terhadap kebebasan berekspresi. Dewasa ini 'kebebasan berekspresi' memang telah menjadi tuhan baru. Apa-apa dilawan dengan alasan ini. Artis-artis yang terang-terangan melakukan pornoaksi pun selalu menggunakan istilah ini sebagai tempat berlindung.
Masalahnya, ini bukan tentang kebebasan berekspresi. Saya melihat koran Denmark ini telah gagal dalam memahami posisi sakral Muhammad dalam masyarakat Islam. Saya pernah melihat cuplikan cover majalah yang mendukung koran tersebut dalam masalah ini. Pada cover tersebut, terdapat Buddha, Yesus, dan beberapa tokoh sakral agama lain sedang berdiri di atas awan, membicarakan kasus ini. Saya tidak tahu apa yang mereka katakan, karena bukan dalam Bahasa Inggris. Namun yang saya tangkap, seolah mereka berkata, "Ayolah Muhammad, kita kan sama-sama tokoh sakral. Kita aja ngga pernah marah biar gambar kita ada di mana-mana".
Kalau benar seperti itu, inilah bentuk dukungan yang tidak berdasar. Masyarakat Islam sudah sejak lama melarang pelukisan sang Nabi. Saya sendiri kurang tahu alasannya. Namun bagi saya itu langkah tepat untuk menghindari pengkultusan simbol. Saya yakin bahwa koran Denmark itu, atau kartunisnya, tidak mengetahui tradisi ini. Taruhlah, kalau selama ini tidak terdapat larangan, dan setiap rumah orang Islam selalu memiliki lukisan Muhammad (seperti lukisan Yesus bagi orang-orang Kristen), tentu saja kemarahan umat Islam tidak akan sebesar ini. Mungkin kita hanya akan mempermasalahkan maksud kartunnya saja. Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh koran Denmark ini adalah penghinaan dua kali lipat.
Jadi, apresiasi umat Islam terhadap Muhammad tidaklah sama dengan apresiasi umat Kristen terhadap Yesus, atau orang Buddha terhadap Sidharta, atau bahkan apresiasi orang barat terhadap masing-masing tokoh tersebut. Dan hal ini tidak untuk membeda-bedakan kemuliaan mereka. Kasus yang terjadi sekarang hanya menunjukkan kebodohan dan kesombongan sebuah redaksi penerbitan.