Tidak banyak tingkah.
Paling tidak begitulah kesan pertama yang saya dapat tentang kota Semarang, ketika berada dalam taksi yang mengantar saya dari bandara menuju Simpang Lima. Kota ini memang tidak terlalu asing bagi saya. Ketika masih kecil, saya pasti mengunjungi Sri Ratu setiap Lebaran.
Sebagai sesama kota besar di Jawa, Semarang nampak tidak terlalu memiliki 'jati diri' kalau dibandingkan dengan Yogya. Namun satu hal, saya sangat mengagumi banyak bangunan dengan arsitektur kolonial di sini. Ada sebuah ruas jalan (saya lupa namanya, yang pasti kalau dari Demak ke Simpang Lima sering lewat sini) yang berlandaskan semacam paving block, dengan serentetan rumah-rumah tua di kanan kirinya. Fantastis!
Jangan lupa juga dengan kuil-kuil Cina (klenteng). Banyak dan megah. Konon klenteng terbesar se-Asia Tenggara ada di sini (kata sepupu saya sih:p). Ada juga gereja besar yang terletak di bukit. Kalau naik angkot Johar-Sampangan, pasti melewatinya. Kalau Boulevard dulu pernah meliput wisata religius dari Masjid Agung Bandung ke Vihara Vipassa di Lembang, sepertinya perlu dibuat edisi lanjutannya di sini nih.
Satu hal yang menjengkelkan, selalu berulang-ulang, terprediksi (bahkan mungkin, terencana), adalah banjir. Kalau mau lihat cuplikannya, bisa klik di bawah ini (saya rekam dari HP, masih format 3gp, bisa dibuka pake software Nokia atau convert dulu ke avi). Banjir (Klik kanan, lalu pilih Save As)
Sekitar sebulan yang lalu, banjir membuat bandara lumpuh dan air setinggi lutut sampai ke peron stasiun kereta.
1 comment:
pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik
Post a Comment